Nilai Sosial Tradisi Tilik
Oleh: Wakhid Syamsudin
wakhid_syamsudin@hotmail.com
Ketua rukun tetangga di Sidowayah, Ngreco, Weru, Sukoharjo
Film pendek berbahasa Jawa berjudul Tilik (menjenguk) hingga hari ini masih menjadi perbincangan di banyak forum dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia maya. Sesuai judul, latar belakang film ini adalah perjalanan ibu-ibu menuju rumah sakit untuk membesuk Bu Lurah yang sedang sakit.
Di atas truk yang mengangkut mereka, para ibu itu bergosip tentang Dian yang dianggap bukan perempuan baik-baik. Tokoh yang paling menonjol adalah Bu Tejo yang menyebarkan segala gosip yang bersumber dari media sosial. Film berdurasi 30 menit itu diproduksi pada 2018 dan kini bisa ditonton di kanal Youtube Ravacana Films.
Lepas dari perbincangan terkait kemudahan mengakses informasi dan berita di dunia maya yang bagi sebagian masyarakat tanpa disertai langkah mengecek kebenaran atau kebiasaan bergunjing serta kisah rumah tangga rusak karena kehadiran orang ketiga, sesungguhnya tradisi tilik adalah kebiasaan baik yang unik di tengah masyarakat perdesaan.
Saya sebagai ketua rukun tetangga adalah salah satu penggerak tilik saat ada warga yang dirawat di rumah sakit. Pada film karya Wahyu Agung Prasetyo tersebut perjalanan warga berangkat tilik, sekitar pukul 14.00 WIB, bisa dipastikan setting waktu sebelum 2016 karena sejak tahun itu manajemen rumah sakit besar memberlakukan jam besuk pasien hanya pukul 11.00 WIB-13.00 WIB pada siang hari dan pukul 17.00 WIB-19.00 WIB pada sore hari.
Kebijakan ini untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup kepada pasien sekaligus memperhatikan masukan dari berbagai pihak terkait pengaturan jam mengunjungi pasien rawat inap. Aturan ini tidak berlaku selama pandemi Covid-19. Semua rumah sakit menutup pintu untuk warga yang ingin besuk menjenguk pasien yang dirawat.
Ikatan Sosial
Salah satu ciri khas warga perdesaan adalah ikatan kekeluargaan sangat kuat. Interaksi sosial masyarakat perdesaan memang lebih intensif. Komunikasi yang bersifat personal terjadi hingga di antara warga satu dan lainnya saling sangat mengenal.
Begitu pula dukungan kuatnya tradisi lokal yang turun temurun dari generasi ke generasi, seperti halnya kebiasaan tilik saat ada warga yang sakit. Solidaritas sosial masyarakat perdesaan yang begitu kuat ini lebih disebabkan adanya kesamaan ciri-ciri sosial ekonomi, budaya, dan tujuan hidup yang diimbangi pula adanya kontrol sosial yang terbentuk lewat norma dan nilai yang berlaku di masyarakat.
Nilai-nilai ini berlaku dalam kebiasaan tilik. Begitu mudah mengajak warga menyempatkan diri bergabung bersama warga lainnya menjenguk warga yang sakit karena merasa kelak bisa saja gantian ia yang sakit.
Sanksi sosial secara tidak langsung bagi yang enggan berpartisipasi dalam kegiatan bersama seperti itu menjadi kontrol sosial yang bersifat otomatis. Kebiasaan mengerjakan segala sesuatu bersama-sama menunjukkan keguyuban antarwarga yang menjadi kekuatan dalam menjaga persatuan dan kesatuan.
Solidaritas sosial dalam tilik tak perlu diragukan lagi. Rasa simpati dan empati menumbuhkan kerukunan dalam masyarakat perdesaan. Manfaat yang jelas dirasakan dari tradisi tilik bagi warga yang sakit adalah menumbuhkan semangat, memberi sugesti, dan memotivasi untuk segera sembuh agar lekas kembali berkumpul dengan keluarga dan tetangga seperti biasa.
Sementara bagi pengunjung, peserta tilik, adalah menambah rasa syukur atas kesehatan yang dikaruniakan Tuhan dan menyadari betapa mahalnya kesehatan. Bagi umat beragama, tilik orang sakit adalah amal yang penuh keutamaan.
Umat Islam, sebagai contoh, punya pedoman yang menguatkan tradisi tilik, sebagaimana termaktub dalam sebuah hadis: barang siapa mendatangi saudaranya ketika sakit untuk menjenguk, maka ia berjalan di kebun surga hingga ia duduk, niscaya rahmat Allah meliputinya. (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majjah).
Tradisi Positif
Tilik sudah seharusnya dilestarikan karena merupakan tradisi yang bersifat positif. Manajemen rumah sakit tempat warga dirawat yang memberikan kesempatan warga mengunjungi pasien bisa memanfaatkan untuk mengenalkan fasilitas rumah sakit dan edukasi terkait kesehatan.
Edukasi itu bisa dilakukan melalui spanduk atau poster yang tertempel di tempat strategis atau interaksi langsung petugas medis dengan warga yang sedang tilik. Ketika film garapan Ravacana Films itu menampilkan tilik sebagai wadah bergosip, seyogianya tidak memunculkan stigma pada budaya tilik.
Kebiasaan memperbincangkan keburukan orang lain bisa terjadi di mana saja dan pada aktivitas apa saja selama di situ berkumpul banyak orang. Tilik akan tetap lestari selama masyarakat perdesaan masih memegang nilai-nilai luhur dan norma yang sejauh ini masih berkembang dan berdaya.
Kita tetap mengapresiasi produksi film pendek sejenis Tilik ini, apalagi bisa mengenalkan kekayaan tradisi lokal yang masih lestari di kampung-kampung. Kita semua tentu berharap solidaritas antarwarga semakin mengukuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang mendukung terjalinnya kerukunan sehingga masyarakat kian kompak dalam kebaikan.
Dimuat di Harian Umum Solopos edisi 29 Agustus 2020
Get notifications from this blog
Bagus tulisannya.
BalasHapusIyolah, diketik. Coba yen tulis tangan...
HapusBanyak orang termasuk aku yang fokus kepada aktivitas Gosip yang dilakukan oleh Bu-Ibu itu. Tapi ternyata tilik di sana tradisi yang dijaga dengan baik ya.
BalasHapusIya, Mas. Tilik menjaga kemanusiaan kita. Waw.
HapusPak.. tulisannya mantap.. baca ini jadi bisa faham maksud pesan yang ada di film tilik...
BalasHapusSetiap penonton boleh memaknai film sesuai cara pendangnya sendiri, Bun.
HapusBerjejer jejer lho iniii tulisan yang dimuat di media. Emang keren bangettt pak RT satu ini. MasyaAllah. Kalau ini ada ketentuannya ngga di OTM pak? 😋
BalasHapusOpini belum dibahas ya, di OTM?
HapusFilm tilik sampai sekarang masih menjadi realita, bahkan meski jam berkunjung ditutup-pun kadang ada warga yang ngeyel mau tilik. Dibalik pro-kontra tentang film tilik. Film ini sebuah gambaran yang indah tentang kehidupan sosial di Indonesia.
BalasHapusKalau tilik pribadi 1 atau 2 orang mungkin bisa nekat masuk, tapi kalau rombongan pasti terhalang jam besuk, Pak.
HapusPak RT satu ini emang mantull, keren
BalasHapusdi Pabrik pun tradisi ini masih berlaku, kalau ada di circle kami yg sakit, bisanya jam istirahat pada ijin keluar buat tilik.
Nilai sosial yang tinggi pada tradisi tilik, insya Allah tidak akan terpengaruh stigma pergunjingan dari film tsb.
HapusDi lingkunganku, kalau tiliknya di luar kota, pulangnya pasti mampir makan2. Seneng, ya.. hahaha..
BalasHapusDi lingkunganku, kalau tiliknya di luar kota, pulangnya pasti mampir makan2. Seneng, ya.. hahaha..
BalasHapusDi lingkunganku, kalau tiliknya di luar kota, pulangnya pasti mampir makan2. Seneng, ya.. hahaha..
BalasHapusKata Bu Tejo, itu namanya solutip, Pak... :)
Hapus